Mau Ngimami, Ogah Diimami - Teks Definisi
Mau Ngimami, Ogah Diimami

Mau Ngimami, Ogah Diimami
Admin Monday 24 April 2017
Lho wong jadi imam kok pakek mengajukan diri, seperti daftar pilkada saja. Memangnya ada ya imam yang menawarkan dirinya agar bisa menjadi imam? Jawabannya ada, dan memang benar-benar nyata adanya. Saya kira ini perlu “diapreasiasi”, karena jarang kita temukan ada seseorang yang dengan begitu percaya dirinya mengajukan diri untuk menjadi imam salat.
Jikalau merujuk pada syarat seseorang yang boleh menjadi imam, maka dia harus yang lebih dulu masuk Islam, yang lebih tua usianya, tapi juga harus mempunyai bacaan sekaligus koleksi hafalan Alquran bagus, jika tidak nemu yang begitu, boleh mereka yang agak lebih muda usianya, tapi tetap bacaan dan koleksi hafalan Alqurannya pun kudu bagus, berikutnya semua syarat tadi harus dibingkai dengan pemahaman, pengetahuan, serta pengamalan ajaran—tuntunan agama secara baik dan konsisten. Inilah syarat-syarat yang mesti dipunyai oleh seorang imam salat berjamaah.
Sudah begitu, syarat mutlak yang perlu melekat di diri seorang imam adalah, sisi keteladanan, sisi perilaku tindak tanduk dan ucapan yang seirama, sehingga para jamaah yang menjadi makmumnya memang benar-benar mempunyai alasan untuk mengikuti–mencontoh sikapnya yang terjaga tersebut, inilah sosok imam yang ideal itu.
Adapun menjadi imam, tatkala syarat-syaratnya tadi telah dimiliki, tetapi tidak dengan syarat yang terakhir barusan. Sama juga bohong, para makmun yang diimami oleh model imam yang hanya piawai campur cerdas bermain kata-kata, tapi perilaku serta perbuatannya sungguh jauh tidak seirama dengan yang meluncur dari lidah dan bibirnya, ini berarti tidak layak lagi ia menjadi seorang imam salat. Jauh lebih baik ia mengundurkan diri dan menjadi makmum dulu, setelah mampu memperbaiki perilakunya agar dapat seirama dengan ucapan, barulah boleh kembali menjadi iman.
Belum lagi ada imam yang dengan PD-nya ingin menjadi imam, menawarkan dirinya untuk menjadi imam. Lho wong jadi imam itu bukannya yang memilih adalah makmum, alias hukum semestalah yang bakal menyeleksi siapa saja yang layak dan tidak menjadi imam itu. Jadi, bukan atas penawaran atau iklan diri yang ditampilkan oleh seseorang.
Sehingga, alur untuk menjadi imam salat yang baik adalah, tatkala ada manusia yang dari awal telah gemar menanam dan melakukan amalan kebaikan dengan tekun, semangat belajar dan menuntut ilmunya pun tinggi, serta tidak sombong dengan apa yang dimilikinya, dan ternyata ia pun mempunyai bacaan plus koleksi hafalan Alquran yang fasih–dan banyak, mengajinya enak, yang didukung dengan warna vokal mumpuni, maka inilah profil yang pasti akan dipilih oleh para makmum untuk dijadikan imam. Tanpa mengajukan diri pun mesti pada gilirannya akan dipilih sendiri untuk menjadi imam.
Berbeda dengan yang ini. Sosok manusia yang jarang atau bahkan tidak pernah menanam kebaikan, memang mau beramal tapi yang dicari hanyalah pujian dari manusia, ilmunya benar tinggi tapi sebatas dipakai untuk gagah-gagahan belaka, biar kelihatan mentereng dengan gelar berderet, ia juga mempunyai koleksi hafalan Alquran lumayan dan suaranya pas-pasan tapi tidak buruk-buruk amat. Dan paling parah ia terkenal kerap kali cidro (baca: berbohong) selingkuh antara ucapan dengan perbuatannya. Tidak sama atas apa yang dikhotbahkan dengan kenyataan perbuatannya. Ternyata selama ini ia hanya mengandalkan silsilah keturunannya belaka, darah yang mengalir di dalam tubuhnya ternyata memiliki warna biru, dan inilah yang kerap kali ia pakai untuk dengan PD mengajukan diri sebagai imam salat jamaah.
Sungguh sangat lucu, menjadi imam kok diri sendiri yang ditawarkan begitu, sampai perlu mensponsori memantas-mantaskan diri agar layak dan dapat menjadi imam, betul jikalau setiap pribadi adalah imam bagi diri dan keluarganya, minimal demikian. Namun, tidak semua orang beroleh kriteria yang layak untuk menjadi imam bagi para jamaah salat di masjid. Karena sebelum menjadi imam, ada beberapa syarat yang wajib dimiliki.
Terakhir, ada yang lebih ekstrim daripada itu, beberapa orang yang mengaku telah layak menjadi imam, tapi dirinya ternyata, di lain kesempatan di mana ia harus masbuk, tiba-tiba ogah mengikuti salat berjamaah tersebut, ia lebih memutuskan untuk pulang karena telah tertinggal salat sehingga jatah ia menjadi imam beralih ke orang lain yang datang lebih awal, daripada tidak jadi imam mending sekalian pulang salat sendiri di rumah.
Itukan sungguh semakin luar biasa, hanya mau menjadi imam tetapi enggan untuk diimami, unik campur aneh, tapi jangan dikira saya ini mengarang cerita lho ya, karena memang di kehidupan nyata ada sungguhan, dan bukan hanya saya, banyak beberapa jamaah yang kebetulan masbuk pada saat itu, yang memergoki imam yang sepertinya telah ngambul karena telat dan tidak menjadi imam tersebut. Semoga kita semua dijauhkan dari sifat demikian, dan dapat mengambil hikmah dari peristiwa imam yang unik itu.***
Penulis adalah GTT SMA Negeri 2 Lamongan. Kadiv Penulisan Sahabat Pena Nusantara, beralamat diadityaakbarhakim@gmail.com
Open Comment
Close Comment

0 Response to "Mau Ngimami, Ogah Diimami"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Copyright © 2022